Ayah, Bunda, dan Sobat PAUD, istilah literasi tidak lagi asing bagi kita dalam kehidupan sehari-hari. Memang secara umum literasi merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun sebenarnya literasi ini tidak hanya berkaitan dengan kemampuan baca, tulis, hitung (calistung) anak, tetapi mencakup seluruh kemampuan yang ada dalam diri anak itu sendiri. Nah, kemampuan ini perlu dikembangkan sedini mungkin sebagai pra literasi yang menjadi fondasi kemampuan literasi anak pada usia selanjutnya.
Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa mengembangkan kemampuan pra literasi bukan berarti anak secara intens dan penuh kedisplinan untuk belajar membaca, menulis dan berhitung layaknya orang dewasa sehingga mereka merasa terpaksa. Metode belajar yang seperti itu justru dikhawatirkan dapat membuat anak stress dan membahayakan perkembangannya. Ayah Bunda dan Sobat PAUD perlu memperhatikan strategi pembelajaran pra literasi yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak usia dini, dimana terdapat beberapa elemen/komponen yang mencakup: pemahaman bahasa lisan (berbicara dan mendengarkan); pemahaman/pengenalan buku; pemahaman kata dan bunyi; pengenalan/pemahaman huruf atau alpabet; dan pemahaman/pengenalan tulisan.
Bagaimana uraian strategi secara lengkapnya? Yuk simak penjelasan berikut ini:
- Literasi berbasis bermain. Bermain merupakan dunia bagi anak. Mereka akan mengenali, mempersepsi, dan mempelajari berbagai hal melalui bermain. Sebagian orang tua menginginkan anaknya belajar sedini mungkin dengan mengurangi aktivitas bermainnya. Padahal belajar yang sebenarnya pada anak usia dini adalah melalui kegiatan bermain yang menyenangkan. Oleh karena itu, sudah semestinya Pendidikan Anak Usia Dini menerapkan istilah Learning by Playing (belajar melalui bermain). Dengan begitu anak–anak akan mengganggap kegiatan belajar mereka tak ubahnya seperti bermain, dan bahkan berbentuk permainan. Di dalam kegiatan bermain, anak membangun kemampuan literasinya berdasarkan pengalaman yang ia temui saat bermain, dan bahkan mereka mampu menceritakan kembali bagaimana pengalamannya saat bermain. Inilah esensi atau hal mendasar dari pra literasi itu sendiri.
- Orang tua membacakan buku kepada anak. Anak-anak belajar bahasa, fungsi bahasa, dan cara menggunakan bahasa. Ini terjadi dalam semua interaksi sosial pada saat yang sama, terutama dalam keluarga. Orang tua adalah sosok figur yang akan dicontoh anak. Ketika orang tua sering membacakan buku kepada anak perlahan mereka akan menggemari aktivitas membaca buku tersebut. Tidak hanya sebatas itu, membacakan buku ini juga sebagai wadah bagi orang tua untuk aktif berinteraksi dengan anak, sehingga isi cerita yang dikisahkan buka sekedar didengar olehnya, tapi menjadi bahan percakapan yang dapat menggali berbagai potensi mereka.
- Literasi dikembangkan sesuai kondisi lingkungan. Ketika berinteraksi dengan anak, seharusnya topik yang diangkat adalah sesuatu yang dekat dengan lingkungan, misalnya menceritakan tentang sosok nelayan apabila tinggal di kawasan pantai, menceritakan sosok petani apabila ada di desa yang mayoritas berkebun, begitu juga kawasan perkotaan yang menceritakan sesuatu yang ada di perkotaan. Tujuannya adalah agar memudahkan anak memahami isi cerita tersebut, karena apa yang diceritakan dapat ditangap dengan mudah oleh panca indera mereka dari lingkungan sekitarnya.
- Berangkat dari hobi dan minat anak. Perhatikan minat anak, sediakan materi dan kegiatan untuk mendukung minat tersebut, misalnya anak yang suka melukis maka sediakan perlengkapan melukis untuk menunjang minatnya tersebut. Anak-anak membutuhkan banyak kesempatan untuk bermain dan berpikir agar menjadi kreatif. Mulailah dengan memberikan kegiatan yang didasarkan pada minat dan gagasan anak-anak. Ini berarti mempelajari cara, mendengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang dikatakan anak-anak.
- Pengembangan literasi melalui budaya daerah. Semakin sering anak mendengar bahasa daerahnya dan budaya-budaya lainnya, semakin menumbuhkan kesadaran fonologinya dan mengembangkan kognisinya. Kasadaran fonologi dan kognitif ini menjadi dasar untuk mengembangkan pra literasi. Mengapa demikian? Karena berdasarkan apa yang mereka dengar, mereka mampu membangun pengetahuan baru dan memahami budaya di sekitar lingkungannya.
- Berikan umpan balik kepada anak. Perbedaan tingkat penguasaan bahasa di antara anak-anak, merupakan cerminan bagaimana lingkungan memperkaya bahasa mereka, baik di rumah maupun di sekolah. Misalnya bagaimana merespon pembicaraan anak dan aktif mengajak mereka berbicara, bercerita, bercakap-cakap, dan lain-lain. Memfasilitasi bahasa anak berarti membantu mendukung pertumbuhan kosa kata anak-anak semasa usia dini.
Dibutuhkan suatu penguatan – baik secara internal maupun eksternal – untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak, dan akhirnya mencapai keberhasilan dalam mewujudkan keterampilan bahasa anak. Artinya, lingkungan harus bisa menjadi tempat belajar berbahasa yang kondusif bagi anak, didukung interaksi verbal, kebiasaan, dan kegiatan stimulasi lainnya.
Sumber: PAUD Pedia
0 Komentar